Senin, 22 Desember 2014

Kasus Etika dan Tanggung Jawab Bisnis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
            Di era globalisasi ini, semakin banyak orang-orang bergelut di dunia bisnis. Baik dari bisnis kecil, menengah, bahkan bisnis besar. Orang-orang menggeluti dunia ekonomi atau bisa disebut dunia bisnis karena sangat menjanjikan keuntungan atau laba. Mulai dari manusia terlahir ke dunia sampai pada akhirnya manusia kembali ke tanah. Proses itu semua merupakan bisnis. Segala sesuatu yang menghasilkan uang akan ditempuh semua orang. Boleh dikatakan, ‘uang’ adalah tujuan utama seseorang  berbisnis. Mengapa tidak? Di jaman sekarang ini, apapun membutuhkan uang. Uang memang bukan segala-galanya tetapi tanpa uang susah segala-galanya. Ungkapan itu mungkin tidak asing lagi bagi kita. Hingga pada akhirnya saya berasumsi bahwa pangkal dari segala kejahatan-kejahatan di dunia bisnis adalah uang. Di era sekarang sudah tidak jarang lagi kita dapati para pebisnis melakukan hal yang kita anggap tidak ajar dilakukan, namun hal tersebut adalah biasa di kalangan mereka. Contohnya seperti kasus yang akan saya angkat, yaitu pada proses pembuatan saos yang banyak menggunakan cabai dan wortel yang sudah busuk atau sudah tidak layak dikonsumsi lagi, serta penggunaan pewarna tekstil. Hal ini terjadi karena sudah tidak adanya lagi etika dalam berbisnis. Sudah semakin hilangnya tanggung jawab sosial sebahagian pebisnis terhadap konsumennya. Coba anda bayangkan. Ternyata saos yang sering anda konsumsi di warung-warung bakso atau jajanan-jajanan pinggir jalan selama ini mengandung bahan-bahan busuk dan pewarna tekstil. Mengerikan, bukan? Selama ini kita dengan lahapnya mengkonsumsi produk-produk tersebut. Tujuan para produsen saos melakukan hal tersebut adalah mendapatkan untung yang besar dengan modal yang sedikit. Lagi dan lagi, uang adalah faktor pendorong utama  mereka melakukan hal yang tidak beretika tersebut. Mereka tidak memikirkan lagi tanggung jawab sosial yang harus mereka jaga terhadap konsumen.

1.2  Perumusan Masalah
            Melakukan kegiatan bisnis tidak hanya semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tetapi juga memberi kenyamanan dan kepuasan sendiri terhadap konsumen yang mengonsumsi produk kita. Kita harus memikirkan keselamatan konsumen. Konsumen adalah raja. Slogan itu pasti sudah tidak asing lagi bagi kita. Etika dan tanggung jawab dalam melakukan bisnis itu sangatlah penting.
Untuk lebih mengetahui apa sebenarnya etika dan tanggung jawab sosial suatu bisnis, maka dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
1)      Bagaimana sebenarnya etika dan tanggung jawab dalam bisnis tersebut?
2)      Apa pengaruh etika dan tanggung jawab tersebut dalam satu usaha?
3) Apa penyebab memudarnya etika-etika dan tanggung jawab tersebut dalam suatu perusahaan?
4)      Bagaimana seharusnya para pebisnis menjalankan bisnisnya?
5)      Bagaimana cara agar para calon pebisnis memiliki etika dan tanggung jawab?
6)      Seberapa penting etika dan tanggung jawab sosial dalam bisnis?
7)     Apa konsekuensi bila sebuah perusahaan tidak memiliki etika dan tanggung jawab sosial dalam bisnis?
8)      Bagaimana mengukur etika bisnis?
9)      Apa motif perusahaan saos tersebut menggunakan bahan baku yang tidak sepantasnya?
10) Apakah tekhnik marketing seperti yang dilakukan perusahaan saos tersebut dapat dibenarkan?
Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan di atas maka penulis akan mencoba   menjelaskan dalam bab pembahasan dan studi kasus.

1.3  Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan karya ilmiah mengenai etika dan tanggung jawab sosial dalam bisnis ini agar para pembaca dapat memahami apa sebenarnya etika dalam berbisnis itu. Agar para pembaca dapat mengerti pentingnya memiliki etika dan tanggung jawab dalam berbisnis. Tujuan utama seseorang berbisnis tidak semata-mata hanya untuk mendapatkan laba atau untung yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan keselamatan konsumen dan mendapatkan kepercayaan konsumen.

BAB II
PEMBAHASAN MATERI

2.1 Pengertian Etika dan Tanggung Jawab Bisnis
           Menurut Griffin dan Ebert, etika adalah keyakinan mengenai tindakan yang benar dan salah atau tindakan yang baik dan yang buruk yang mempengaruhi hal lainnya.
           Pengetian etika bisnis menurut Griffin dan Ebert adalah perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh manajer atau majikan organisasi, perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan, sebaliknya perilaku yang tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan.
                Menurut Bertens, etika bisnis adalah aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan dan secara menengah.
            Menurut Boone dan Kurtz, etika bisnis adalah standar-standar berperilaku dan nilai-nilai moral bisnis.
Jadi, bisa kita simpulkan bahwa Etika Bisnis adalah perilaku individu atau organisasi perusahaan yang mencerminkan apresiasi positif atau negatif atas norma, peraturan dan budaya yang berlaku di masyarakat dalam melaksanakan aktivitas bisnis.
            Tanggung jawab sosial adalah betuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai  kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.
2.2 Etika Individual dan EtikaManajerial
Etika Individual
                Ada tiga tahap dalam pengembangkan standar-standar etika, yaitu :
§  Pra konvensional, individu utama akan memikirkan kebutuhan dan keinginan diri sendiri dalam mengambil keputusan. Mematuhi peraturan eksternal hanya karena takut akan tekanan atasan, misalnya takut mendapat hukuman atau bisajadi berharap mendapat imbalan jika mematuhi peraturan eksternal tersebut

§  Konvensional, individu telah mengetahui  dan bertindak sebagi respon atas tanggung jawab mereka kepada orang lain, termasuk kewajiban mereka kepada para anggota keluarga, rekan kerja, dan organisasi. Ekspektasi kelompok ini akan mempengaruhi bagaimana individu tersebut memilih hal yang dianggap dapat diterimaadan tidak dapat diterima dalam situasi tertentu. Kepentingan pribadi juga masih berperan dalam pengambilan keputusan

§  Pasca Konvensional, mencerminkan tingkat etika dan perilaku moral yang tinggi, berfikir realistis, dan tidak mudah ditekan. Bergerak keluar dari hanya sekedar memikirkan kepentingan pribadi dan tanggung jawab. Ikut mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. Ia menganggap bahwa prinsip etika pribadi dalam menentukan hal yang benar dan dapat menerapkan prinsip tersebut ke dalam berbagai jenis situasi yang berbeda.
Tahapan pengembangan moral serta etika seseorang dipengaruhi banyak faktor, mungkin dari pengalaman-pengalaman, latar belakang keluarga, pendidikan dan agama. Setiap individu juga memiliki gaya yang berbeda dalam hal memecahkan dilema etika, apapun tahap perkembangan moral mereka.
Etika Manajerial
       Etika manajerial adalah standar perilaku yang memandu masing-masing manajer dalam pekerjaan mereka (karyawan, entitas, dan agen ekonomi lain)
§  Terhadap karyawan
Dalam hal ini seperti merekrut dan memecat karyawan, kondisi upah kerja, serta privasi dan respek, perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Seorang manajer yang membayar seorang pekerja kurang selayaknya, namun karena manajer itu tahu bahwa karyawan tersebut tidak bisa mengeluh karena takut diberhentikan. Segelintir orang mungkin menganggap ini hal yang tidak etis, namu ada juga melihatnya sebagai taktik bisnis yang cerdas.
§  Terhadap organisasi
Dalam hal ini, masalah yang relatif umum adalah seperti mencuri pasokan, penggelembungan laporan biaya, atau menggunakan telepon bisnis untuk keperluan pribadi. Para manajer puncak tidak hanya menyalahgunakan aset perusahaan. Mereka juga sering menjerumuskan perusahaan pada usaha-usaha yang beresiko, demi kepentingan pribadi.
§  Terhadap agen ekonomi lain
Etika juga harus diperhatikan dalam hubungan antara entitas dengan pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, penyalur, dan serikat buruh. Dalam menghadapi agen-agen ekomi tersebut sering terjadi ambiguitas etis dalam setiap aktivitas bisnis yang terjadi. Misalnya, periklanan laporan keuangan, pemesanan dan pembelian, tawar-menawar dan perundingan, dan hubungan bisnis lainnya.
2.3 Nilai Personal Sebagai Standar Etika
            Nilai personal merupakan cara pandang cara pikir, dan keyakinan yang dipegang seseorang sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukannya. Maka dari itu, denganmemiliki cara pandang, cara pikir dan keyakinan  kita dapat memandang mana yang baik dan mana yang buruk.
            Ada dua jenis nilai personal (personal values) menurut Kreitner, yaitu:
§  Nilai terminal, yaitu pandangan dan cara pikir seseorang yang terwujud melalui perilakunya yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu.
§  Nilai instrumental, yaitu pandangan dan cara berfikir seseorang yang berlaku untuk segala keadaan dan diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yaaang memang harus diperhatikan dan dijalankan. Nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, komitmen, integritas, adalah salah satu contoh nilai instrumental yang tidak hanya dianut oleh sebagian orang, akan tetapi semestinya oleh setiap orang dalam setiap keadaan
2.4 Membentuk Perilaku yang Etis
            Sebagian besar kesalahan etika dalam bisnis mencerminkan nilai-nilai budaya korporat perusahaan. Pengembangan suatu budaya korporat untuk mendukung etika bisnis  terjadi pada empat tingkatan, yaitu :
§  Kesadaran yang etis
Salah satu cara bagi perusahaan memberikan dukungan untuk kesadaran etis adalah dengan menciptakan suatu kode tingkah laku, yaitu suatu pernyataan resmi yang menjelaskan apa yang diharapkan dan diminta oleh perusahaan terhadap para karyawannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan etika.
§  Pemikiran yang etis
Kode tingkah laku memang menjadi suatu kerangka kerja keseluruhan, tetapi tidak cukup menjadi jaminan dapat memberikan solusi. Pemikiran karyawan hendaknya juga mendukung untuk menciptakan sebuah perilaku etis
§  Tindakan yang etis
Beberapa perusahaan mendorong tindakan etis dengan memberikan bantuan bagi para karyawan yang berhadapan dengan berbagai dilema. Satu sarana umum yang dapat digunakan adalah nomor hotline karyawan, yaitu nomor telepon yang dapat  karyawan untuk mendapatkan saran atau melaporkan perilaku yang tidak etis yang mereka ketahui terjadi di perusahaan tempat mereka bekerja.
§  Kepeminpinan yang etis
Yang paling tidak kalah pentingnya adalah aksi nyata dari para eksekutifnya. Jangan hanya berbicara mengenai perilaku etis, namun juga harus menunjukkannya dalam tindakan nyata. Salah satu cara bagi para pemimpin bisnis menunjukkan perilaku etis adalah memberikan pengakuan ketika mereka berbuat salah, dan memperbaiki kesalahan dan masalah yang terdapat dalam organisasi mereka.
2.5 Beberapa Isu Seputar Etika
            Kreitner memberikan uraian dari beberapa isi seputar etika dimasa kini yang seringkali dihadapi perusahaan, yaitu sebagai berikut :
§  Penggunaan obat-obat terlarang
§  Pencurian oleh pekerja (korupsi)
§  Konflik kepentingan
§  Pengawasan kualitas
§  Penyalahgunaan informasi yang bersifat rahasia
§  Penyelewengan dalam laporan keuangan
§  Penyalahgunaan aset perusahaan
§  Pemecatan tenaga kerja
§  Polusi lingkungan
§  Cara bersaing dari perusahaan yang dianggap tidak etis
§  Mempekerjakan anak-anak dibawah umur, dll

Beberapa isu tersebut sudah tak asing lagi dalam suatu perusahaan, sehingga taktik perusahaan tersebut dianggap tidak menjalankan kegiatannya secara etis. Di sisi lain, sebagian perusahaan menganggap hal tersebut adalah hal biasa yang sering dilakukan semua perusahaan. Namun, sebagian perusahaan telah berusaha untuk melakukan yang terbaik sehubungan dengan berbagai isu etika tersebut.
2.6 Manfaat Perusahaan Berperilaku Etis
§  Perusahaan terhindar dari pengaruh yang merusak reputasi
§  Memandu para manajer dan kayawan bila sewaktu-waktu berhadapan dengan tantangan kerja yang semakin kompleks
§  Mendapatkan rasa hormat dari stakeholder
§  Dapat menambah uang dalam bisnis



                                                                                               
2.7 Mendorong Pelaksanaan Etika dalam Bisnis
§  Pelatihan etika
Perlu adanya pembiasaan-pembiasaan kepada para pelaku bisnis
§  Advokasi etika
Upaya perusahaan menjalankan etika dengan cara menempatkan tim khusus yang bertugas mengontrol dan mengawasi segala aktivitas bisnis. Tentunya mereka yang berlatar belakang ilmu hukum yang dianggap mengetahui seluk-beluk regulasi dan bagaimana regulasi tersebut dijalankan.
§  Standar aturan etika perusahaan
Menetapkan standar aturan mengenai etika yang harus dijalankan perusahaan (code of ethics) dengan syarat :
 - menyatakan secara spesifik kepada publik mengenai code of ethics yang mereka jalankan
-dukungan dari manajemen puncak melalui sistem pengawasan tertentu
§  Keterlibatan publik dalam etika bisnis perusahaan
Konteksnya, jika perusahaan menjalankan suatu kegiatan yang tidak memenuhi standar etika dan perusahaan cenderung membiarkan praktik tersebut terus berjalan, kenyataan ini kemudian dilapor pleh para anggota perusahaan kepada publik, seperti media massa, LSM, ataupun pemerintah yang representasif untuk menangani kasus seperti ini.
2.8 Tanggung Jawab Bisnis
Banyak yang beranggapan bahwa dalam menjalankan bisnis suatu perusahaan tidak perlu memiliki tanggung jawab sosial karena mereka berpendapat bahwa tujuan utama sebuah perusahaan menjalankan bisnis adalah untuk memaksimalkan keuntungan, karena kurangnya tenaga kerja terampil di bidang kegiatan sosial, selain itu dalam menjalankan tanggung jawab sosial diperlukan biaya yang besar.
Walaupun demikian, tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa keterlibatan sosial perusahaan sangat diperlukan karena semakin lama kebutuhan dan harapan masyarakat semakin berubah, terbatasnya sumber daya alam yang tesedia, lingkungan sosial yang lebih baik, pertimbangan tanggung jawab dan kekuasaan, bisnis mempunyai sumber daya yang berguna, dan keuntungan jangka panjang.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan” dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktifitasnya harus mendasarkan keputusan tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Saat ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti kerusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan) yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaan manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai “investasi bertanggung jawab sosial” (social responsible investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan “perbuatan baik” (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat For Humanity atau Ronald Mcdonal House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan dimasa lampau seringkali mengeluarkan uang proyek-proyek komuitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung untuk meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan sebagai kegiatan sosial diatas. Kepedulian kepada masyarakat sekitar atau relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat mengartikan sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi didalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas.

CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, dimana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal. “dunia bisnis” selama setengah abad terakhir, setelah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini.
Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama. Setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut.

BAB III
STUDI KASUS
Pada bab ini, saya akan membahas mengenai perusahaan yang memproduksi saos. Seperti yang kita ketahui, Indonesia bisa boleh dikatakan gudangnya makanan yang menerbitkan selera. Cari santapan mewah nan lezat ada atau santapan murah dan sederhana namun tetap menggoyang lidah juga tersedia. Agar makanan menjadi tambah lezat menambahkan campuran penambah rasa tertentu jadi opsi yang dipilih.
Anda suka pedas atau sekadar ingin menambahkan rasa menggigit pada makanan biasanya sambal jadi favorit. Bahkan bagi sebagian orang terutama pecinta makanan pedas tak lengkap rasanya jika tak menambahkan menu sambal disetiap makanan. Untuk jenis makanan tertentu saus sambal dalam kemasan banyak digunakan terlebih jenis jajanan pinggir jalan. Warnanya benar-benar menggugah selera. Dibalik kenikmatan yang menggugah selera tersebut, ternyata banyak terjadi hal-hal yang tidak mengikuti etika bisnis dalam proses pembuatannya. Salah satu perusahaan saos rumahan di daerah Jawa Tengah, menurut berita yang saya dapat, perusahaan tersebut menggunakan cabai, bawang, tomat, pepaya, dan wortel yang busuk dalam proses pembuatannya. Mengapa demikian? Sejumlah pedagang sayur dan bumbu dapur mengaku cabai, tomat, bawang, dan pepaya yang hampir membusuk masih laku dijual kepada beberapa industri kecil sebagai bahan campuran membuat saos botol yang banyak dijual di pasar tradisional. Para produsen saos membeli cabai, tomat, dan bawang busuk seharga Rp400,00  sampai Rp700,00  per kilogram, sedangkan pepaya, kentang dan ubi-ubian lainnya Rp500,00 sampai Rp600,00 per kilogram. Adonan saus sambal tersedia di drum-drum besar. Kemudian hanya dipanaskan di tungku besar. Proses pengemasannya juga langsung dilakukan di tempat tersebut, tentu saja dengan teknologi seadanya.
Sudah bisa ditebak tidak bisa dipertanggungjawabkan kualitasnya bahkan cenderung tidak sehat dikonsumsi. Bahan baku yang diperlukan didapat dengan mudah di pasar. Cabe, pepaya, tomat hingga bawang semua dalam kondisi busuk. Masih ada fakta yang lebih mengerikan. Ia juga menambahkan bahan-bahan kimia berbahaya. Sang pembuat saus tak kesulitan mendapatkan bahan kimia yang seharusnya tak dijual bebas. Tak mau gegabah, saus buatannya dimasukkan ke botol layaknya produk berkualitas baik. Supaya tak berbiaya ia gunakan botol-botol bekas saus yang dikumpulkan di rongsokan. Sebelum pemrosesan bahan baku, didapati fakta lain yang menjijikkan dari cabe busuk yang akan diolah.
Proses pembuatan saus sambal yang sangat tidak layak. Buah-buahan yang sudah busuk dihaluskan bukan dengan mesin tapi dengan diinjak-injak. Agar saus tahan lama adonan ditambahkan pengawet natrium benzoat. Supaya berwarna segar dan menarik pembeli pewarna tekstil pun dihalalkan dicampur ke dalam adonan saus. Padahal, penggunaan bahan kimia tanpa perhitungan apalagi juga menggunakannya bukan untuk makanan akan sangat membahayakan. Supaya tak terlalu kentara ada trik untuk mengelabui konsumen. Agar hasilnya lebih sempurna adonan disaring supaya saus lebih halus. Dan agar bau menyengat dari bahan-bahan busuk hilang adonan saus berbahaya ini dipanaskan. Proses pemanasan dilakukan juga untuk membuat saus ini lebih kental. Saus pun siap dikemas. Botol-botol yang dibeli dari rongsokan jadi pilihan agar saus terlihat meyakinkan meski tanpa merek. Satu persatu botol diisi penuh dan siap dipasarkan. Tidak main-main, kandungan benzoat yang melampaui ambang batas akan berdampak sangat buruk bagi tubuh. Selain mengandung pengawet yang jauh melampaui ambang batas, hasil uji teknis laboratorium benar-benar membuktikan fakta ini. Belum lagi dampak dari ketidakhigienisan proses produksi dan bahan-bahan yang sudah busuk. Menurut Niken WH, Kepala Dinkes Kota Semarang, jika takarannya melebihi efek yang akan dirasakan adalah gangguan fungsi ginjal.
            Inilah fakta yang terjadi dalam aktivitas bisnis di Indonesia. Banyak hal-hal yang sesungguhnya melanggar etika bisnis. Perusahaan saos tersebut tidak memikirkan tanggung jawab keselamatan konsumen. Para produsen tersebut hanya memberikan kepuasan bagi keuntungan perusahaan itu sendiri. Sementara tidak memberikan kepuasan kepada konsumen. Inilah yang terjadi jika tujuan sebuah perusahaan hanyalah mencapi keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan modal yang sedikit. Betapa tidak, hanya dengan modal lima ratus sampai seribu rupiah, mereka bisa menjual saos tersebut seharga lima ribu rupiah setiap satu botol. Kepercayaan konsumen mereka tukarkan dengan keuntungan maksimal yang mereka dapatkan. Belum lagi zat pewarna tekstil yang mereka gunakan. Sungguh tidak berdasarkan etika bisnis lagi.
            Menurut saya, hal ini terjadi karena tidak adanya tim yang mengontrol aktivitas bisnis yang mereka jalankan. Kurang pedulinya manajer puncak terhadap etika dan tanggung jawab kepada konsumen. Mereka tidak memikirkan berapa banyak konsumen yang mengonsumsi produk mereka setiap harinya. Atau mereka tidak berusaha memberikan kepuasan maksimal kepada konsumen dengan apa yang telah mereka dapatkan dari konsumen.

            Inilah wajah perusahaan-perusahaan bisnis di Indonesia. Menurut saya, ini disebabkan oleh kurang pedulinya pemerintah kita terhadap usaha-usaha kecil seperti ini. Padahal, justru usaha-usaha kecil seperti inilah harusnya diawasi dan dikontrol perkembangannya. Bayangkan, jika usaha kecil seperti ini terus berkembang tanpa pengawasan dan usahanya semakin besar. Maka akan semakin besar pula penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam wajah bisnis di negara ini. Inilah sebabnya bisnis di negara Indonesia boleh dikatakan jalan ditempat. Tidak jarang para pebisnis tidak melakukan dengan jalan yang bersih. Mereka berprinsip, “Jika ada cara yang mudah untuk mendapatkan keuntungan yang besar, mengapa harus mencari  cara yang sulit? Bila mampu mendapat untung yang banyak, mengapa harus puas dengan keuntungan yang sedikit?” Namun ini bukan masalah untung sedikit atau banyak tetapi etika yang baik dan yang buruk. Perbuatan yang tidak memiliki etika justru merugikan konsumen. Konsumen yang memberikan keuntungan kepada produsen justru dirugikan oleh produsen tersebut. Bisa dikatakan tanggung jawab para produsen mulai terkikis oleh keuntungan yang melimpah dengan modal yang tak seberapa.
            Menurut saya hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya etika dan tanggung  jawab bisnis yang buruk yang dilakukan para pebisnis. Selain adanya kesempatan untuk melakukn hal yang tidak etis tersebut, pengawasan terhadap perusahaan kecil seperti perusahaan saos tersebut sangat minim. Mungkin jika dikaitkan dalam materi pembahasan, perusahaan sejenis perusahaan saos ini bisa dipastikan tidak memiliki kode etik lagi dalam menjalankan bisnisnya. Di satu sisi ini sangat merugikan konsumen, di sisi lain para konsumen banyak yang tidak menyadari kerugian yang dialaminya karena terbuai dengan kenikmatan saos yang dikonsumsinya.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
            Etika dalam berbisnis itu sangat diperlukan dan menjadi komponen yang sangat penting karena menyangkut keselamatan dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang perusahaan kita produksi. Konsumen adalah raja, jadi sudah selayaknya dan sepantasnya kita memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen kita. Sama halnya pada perusahaan saos yang ada dalam studi kasus dalam bab sebelumnya. Mereka menyalahgunakan kepercayaan konsumen. Mereka menggunakan bahan-bahan yang tidak sepantasnya. Sekarang berhentilah melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan etika perusahaan. Berbisnislah dengan benar. Keuntungan bisa kita dapatkan walau dengan cara berbisnis yang benar. Tidak harus menyimpang. Tentunya bisnis yang kita jalankan pun mendapatkan berkat dan memiliki pandangan yang baik di mata masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Sihombing Dionisius, S.Pd, M.Si. 2011. Pengantar Bisnis. Yogyakarta: Pohon Cahaya.
Akses Internet pada:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar