BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Di
era globalisasi ini, semakin banyak orang-orang bergelut di dunia bisnis. Baik
dari bisnis kecil, menengah, bahkan bisnis besar. Orang-orang menggeluti dunia ekonomi
atau bisa disebut dunia bisnis karena sangat menjanjikan keuntungan atau laba.
Mulai dari manusia terlahir ke dunia sampai pada akhirnya manusia kembali ke
tanah. Proses itu semua merupakan bisnis. Segala sesuatu yang menghasilkan uang
akan ditempuh semua orang. Boleh dikatakan, ‘uang’ adalah tujuan utama
seseorang berbisnis. Mengapa tidak? Di
jaman sekarang ini, apapun membutuhkan uang. Uang memang bukan segala-galanya
tetapi tanpa uang susah segala-galanya. Ungkapan itu mungkin tidak asing lagi bagi
kita. Hingga pada akhirnya saya berasumsi bahwa pangkal dari segala
kejahatan-kejahatan di dunia bisnis adalah uang. Di era sekarang sudah tidak
jarang lagi kita dapati para pebisnis melakukan hal yang kita anggap tidak ajar
dilakukan, namun hal tersebut adalah biasa di kalangan mereka. Contohnya
seperti kasus yang akan saya angkat, yaitu pada proses pembuatan saos yang
banyak menggunakan cabai dan wortel yang sudah busuk atau sudah tidak layak
dikonsumsi lagi, serta penggunaan pewarna tekstil. Hal ini terjadi karena sudah
tidak adanya lagi etika dalam berbisnis. Sudah semakin hilangnya tanggung jawab
sosial sebahagian pebisnis terhadap konsumennya. Coba anda bayangkan. Ternyata
saos yang sering anda konsumsi di warung-warung bakso atau jajanan-jajanan pinggir
jalan selama ini mengandung bahan-bahan busuk dan pewarna tekstil. Mengerikan,
bukan? Selama ini kita dengan lahapnya mengkonsumsi produk-produk tersebut.
Tujuan para produsen saos melakukan hal tersebut adalah mendapatkan untung yang
besar dengan modal yang sedikit. Lagi dan lagi, uang adalah faktor pendorong
utama mereka melakukan hal yang tidak
beretika tersebut. Mereka tidak memikirkan lagi tanggung jawab sosial yang
harus mereka jaga terhadap konsumen.
1.2 Perumusan
Masalah
Melakukan
kegiatan bisnis tidak hanya semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tetapi
juga memberi kenyamanan dan kepuasan sendiri terhadap konsumen yang mengonsumsi
produk kita. Kita harus memikirkan keselamatan konsumen. Konsumen adalah raja.
Slogan itu pasti sudah tidak asing lagi bagi kita. Etika dan tanggung jawab
dalam melakukan bisnis itu sangatlah penting.
Untuk lebih mengetahui apa sebenarnya etika dan
tanggung jawab sosial suatu bisnis, maka dapat dirumuskan hal-hal sebagai
berikut :
1) Bagaimana sebenarnya etika dan tanggung
jawab dalam bisnis tersebut?
2) Apa pengaruh etika dan tanggung jawab
tersebut dalam satu usaha?
3) Apa penyebab memudarnya etika-etika dan
tanggung jawab tersebut dalam suatu perusahaan?
4) Bagaimana seharusnya para pebisnis
menjalankan bisnisnya?
5) Bagaimana cara agar para calon pebisnis
memiliki etika dan tanggung jawab?
6) Seberapa penting etika dan tanggung
jawab sosial dalam bisnis?
7) Apa konsekuensi bila sebuah perusahaan
tidak memiliki etika dan tanggung jawab sosial dalam bisnis?
8) Bagaimana mengukur etika bisnis?
9) Apa motif perusahaan saos tersebut
menggunakan bahan baku yang tidak sepantasnya?
10) Apakah tekhnik marketing seperti yang
dilakukan perusahaan saos tersebut dapat dibenarkan?
Berangkat dari
pertanyaan-pertanyaan di atas maka penulis akan mencoba menjelaskan dalam bab pembahasan dan studi
kasus.
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan karya ilmiah mengenai etika dan tanggung jawab sosial dalam
bisnis ini agar para pembaca dapat memahami apa sebenarnya etika dalam
berbisnis itu. Agar para pembaca dapat mengerti pentingnya memiliki etika dan
tanggung jawab dalam berbisnis. Tujuan utama seseorang berbisnis tidak
semata-mata hanya untuk mendapatkan laba atau untung yang sebesar-besarnya
tanpa memikirkan keselamatan konsumen dan mendapatkan kepercayaan konsumen.
BAB
II
PEMBAHASAN MATERI
2.1 Pengertian
Etika dan Tanggung Jawab Bisnis
Menurut
Griffin dan Ebert, etika adalah keyakinan mengenai tindakan yang benar dan
salah atau tindakan yang baik dan yang buruk yang mempengaruhi hal lainnya.
Pengetian
etika bisnis menurut Griffin dan Ebert adalah perilaku etis atau tidak etis
yang dilakukan oleh manajer atau majikan organisasi, perilaku yang sesuai
dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan
tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan, sebaliknya perilaku yang
tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang
diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan
membahayakan.
Menurut Bertens, etika bisnis adalah aspek moral
dari sistem ekonomi secara keseluruhan dan secara menengah.
Menurut
Boone dan Kurtz, etika bisnis adalah standar-standar berperilaku dan
nilai-nilai moral bisnis.
Jadi, bisa kita simpulkan bahwa Etika Bisnis adalah perilaku individu atau organisasi perusahaan yang
mencerminkan apresiasi positif atau negatif atas norma, peraturan dan budaya
yang berlaku di masyarakat dalam melaksanakan aktivitas bisnis.
Tanggung jawab sosial adalah betuk kepedulian perusahaan
terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka
penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai
bentuk tanggung jawab sosial lainnya.
2.2
Etika Individual dan EtikaManajerial
Etika Individual
Ada tiga tahap dalam pengembangkan standar-standar
etika, yaitu :
§ Pra konvensional, individu utama akan
memikirkan kebutuhan dan keinginan diri sendiri dalam mengambil keputusan.
Mematuhi peraturan eksternal hanya karena takut akan tekanan atasan, misalnya
takut mendapat hukuman atau bisajadi berharap mendapat imbalan jika mematuhi
peraturan eksternal tersebut
§ Konvensional, individu telah mengetahui dan bertindak sebagi respon atas tanggung
jawab mereka kepada orang lain, termasuk kewajiban mereka kepada para anggota
keluarga, rekan kerja, dan organisasi. Ekspektasi kelompok ini akan
mempengaruhi bagaimana individu tersebut memilih hal yang dianggap dapat
diterimaadan tidak dapat diterima dalam situasi tertentu. Kepentingan pribadi
juga masih berperan dalam pengambilan keputusan
§ Pasca Konvensional, mencerminkan tingkat
etika dan perilaku moral yang tinggi, berfikir realistis, dan tidak mudah
ditekan. Bergerak keluar dari hanya sekedar memikirkan kepentingan pribadi dan
tanggung jawab. Ikut mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. Ia menganggap bahwa
prinsip etika pribadi dalam menentukan hal yang benar dan dapat menerapkan
prinsip tersebut ke dalam berbagai jenis situasi yang berbeda.
Tahapan
pengembangan moral serta etika seseorang dipengaruhi banyak faktor, mungkin
dari pengalaman-pengalaman, latar belakang keluarga, pendidikan dan agama.
Setiap individu juga memiliki gaya yang berbeda dalam hal memecahkan dilema
etika, apapun tahap perkembangan moral mereka.
Etika
Manajerial
Etika manajerial adalah standar perilaku
yang memandu masing-masing manajer dalam pekerjaan mereka (karyawan, entitas,
dan agen ekonomi lain)
§
Terhadap
karyawan
Dalam
hal ini seperti merekrut dan memecat karyawan, kondisi upah kerja, serta
privasi dan respek, perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada
kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Seorang manajer yang membayar seorang
pekerja kurang selayaknya, namun karena manajer itu tahu bahwa karyawan
tersebut tidak bisa mengeluh karena takut diberhentikan. Segelintir orang
mungkin menganggap ini hal yang tidak etis, namu ada juga melihatnya sebagai
taktik bisnis yang cerdas.
§
Terhadap
organisasi
Dalam
hal ini, masalah yang relatif umum adalah seperti mencuri pasokan,
penggelembungan laporan biaya, atau menggunakan telepon bisnis untuk keperluan
pribadi. Para manajer puncak tidak hanya menyalahgunakan aset perusahaan.
Mereka juga sering menjerumuskan perusahaan pada usaha-usaha yang beresiko,
demi kepentingan pribadi.
§
Terhadap
agen ekonomi lain
Etika
juga harus diperhatikan dalam hubungan antara entitas dengan pelanggan,
pesaing, pemegang saham, pemasok, penyalur, dan serikat buruh. Dalam menghadapi
agen-agen ekomi tersebut sering terjadi ambiguitas etis dalam setiap aktivitas
bisnis yang terjadi. Misalnya, periklanan laporan keuangan, pemesanan dan
pembelian, tawar-menawar dan perundingan, dan hubungan bisnis lainnya.
2.3
Nilai Personal Sebagai Standar Etika
Nilai
personal merupakan cara pandang cara pikir, dan keyakinan yang dipegang
seseorang sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukannya. Maka dari itu,
denganmemiliki cara pandang, cara pikir dan keyakinan kita dapat memandang mana yang baik dan mana
yang buruk.
Ada
dua jenis nilai personal (personal
values) menurut Kreitner, yaitu:
§
Nilai
terminal, yaitu pandangan dan cara pikir seseorang yang terwujud melalui
perilakunya yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu.
§
Nilai
instrumental, yaitu pandangan dan cara berfikir seseorang yang berlaku untuk
segala keadaan dan diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yaaang memang
harus diperhatikan dan dijalankan. Nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab,
komitmen, integritas, adalah salah satu contoh nilai instrumental yang tidak
hanya dianut oleh sebagian orang, akan tetapi semestinya oleh setiap orang
dalam setiap keadaan
2.4
Membentuk Perilaku yang Etis
Sebagian
besar kesalahan etika dalam bisnis mencerminkan nilai-nilai budaya korporat
perusahaan. Pengembangan suatu budaya korporat untuk mendukung etika
bisnis terjadi pada empat tingkatan,
yaitu :
§
Kesadaran
yang etis
Salah
satu cara bagi perusahaan memberikan dukungan untuk kesadaran etis adalah
dengan menciptakan suatu kode tingkah laku, yaitu suatu pernyataan resmi yang
menjelaskan apa yang diharapkan dan diminta oleh perusahaan terhadap para
karyawannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan etika.
§
Pemikiran
yang etis
Kode
tingkah laku memang menjadi suatu kerangka kerja keseluruhan, tetapi tidak
cukup menjadi jaminan dapat memberikan solusi. Pemikiran karyawan hendaknya
juga mendukung untuk menciptakan sebuah perilaku etis
§
Tindakan
yang etis
Beberapa
perusahaan mendorong tindakan etis dengan memberikan bantuan bagi para karyawan
yang berhadapan dengan berbagai dilema. Satu sarana umum yang dapat digunakan
adalah nomor hotline karyawan, yaitu nomor telepon yang dapat karyawan untuk mendapatkan saran atau
melaporkan perilaku yang tidak etis yang mereka ketahui terjadi di perusahaan
tempat mereka bekerja.
§
Kepeminpinan
yang etis
Yang
paling tidak kalah pentingnya adalah aksi nyata dari para eksekutifnya. Jangan
hanya berbicara mengenai perilaku etis, namun juga harus menunjukkannya dalam
tindakan nyata. Salah satu cara bagi para pemimpin bisnis menunjukkan perilaku
etis adalah memberikan pengakuan ketika mereka berbuat salah, dan memperbaiki
kesalahan dan masalah yang terdapat dalam organisasi mereka.
2.5
Beberapa Isu Seputar Etika
Kreitner
memberikan uraian dari beberapa isi seputar etika dimasa kini yang seringkali
dihadapi perusahaan, yaitu sebagai berikut :
§
Penggunaan
obat-obat terlarang
§
Pencurian
oleh pekerja (korupsi)
§
Konflik
kepentingan
§
Pengawasan
kualitas
§
Penyalahgunaan
informasi yang bersifat rahasia
§
Penyelewengan
dalam laporan keuangan
§
Penyalahgunaan
aset perusahaan
§
Pemecatan
tenaga kerja
§
Polusi
lingkungan
§
Cara
bersaing dari perusahaan yang dianggap tidak etis
§
Mempekerjakan
anak-anak dibawah umur, dll
Beberapa isu tersebut sudah tak asing
lagi dalam suatu perusahaan, sehingga taktik perusahaan tersebut dianggap tidak
menjalankan kegiatannya secara etis. Di sisi lain, sebagian perusahaan
menganggap hal tersebut adalah hal biasa yang sering dilakukan semua
perusahaan. Namun, sebagian perusahaan telah berusaha untuk melakukan yang
terbaik sehubungan dengan berbagai isu etika tersebut.
2.6
Manfaat Perusahaan Berperilaku Etis
§
Perusahaan
terhindar dari pengaruh yang merusak reputasi
§
Memandu
para manajer dan kayawan bila sewaktu-waktu berhadapan dengan tantangan kerja
yang semakin kompleks
§
Mendapatkan
rasa hormat dari stakeholder
§
Dapat
menambah uang dalam bisnis
2.7 Mendorong Pelaksanaan Etika dalam Bisnis
§
Pelatihan
etika
Perlu
adanya pembiasaan-pembiasaan kepada para pelaku bisnis
§
Advokasi
etika
Upaya
perusahaan menjalankan etika dengan cara menempatkan tim khusus yang bertugas
mengontrol dan mengawasi segala aktivitas bisnis. Tentunya mereka yang berlatar
belakang ilmu hukum yang dianggap mengetahui seluk-beluk regulasi dan bagaimana
regulasi tersebut dijalankan.
§
Standar
aturan etika perusahaan
Menetapkan
standar aturan mengenai etika yang harus dijalankan perusahaan (code of ethics) dengan syarat :
- menyatakan secara spesifik kepada publik
mengenai code of ethics yang mereka
jalankan
-dukungan
dari manajemen puncak melalui sistem pengawasan tertentu
§
Keterlibatan
publik dalam etika bisnis perusahaan
Konteksnya,
jika perusahaan menjalankan suatu kegiatan yang tidak memenuhi standar etika
dan perusahaan cenderung membiarkan praktik tersebut terus berjalan, kenyataan
ini kemudian dilapor pleh para anggota perusahaan kepada publik, seperti media
massa, LSM, ataupun pemerintah yang representasif untuk menangani kasus seperti
ini.
2.8 Tanggung Jawab Bisnis
Banyak yang beranggapan bahwa dalam
menjalankan bisnis suatu perusahaan tidak perlu memiliki tanggung jawab sosial
karena mereka berpendapat bahwa tujuan utama sebuah perusahaan menjalankan
bisnis adalah untuk memaksimalkan keuntungan, karena kurangnya tenaga kerja
terampil di bidang kegiatan sosial, selain itu dalam menjalankan tanggung jawab
sosial diperlukan biaya yang besar.
Walaupun demikian, tidak sedikit pula yang
beranggapan bahwa keterlibatan sosial perusahaan sangat diperlukan karena
semakin lama kebutuhan dan harapan masyarakat semakin berubah, terbatasnya
sumber daya alam yang tesedia, lingkungan sosial yang lebih baik, pertimbangan
tanggung jawab dan kekuasaan, bisnis mempunyai sumber daya yang berguna, dan
keuntungan jangka panjang.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi
khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab
terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan “pembangunan
berkelanjutan” dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktifitasnya harus mendasarkan keputusan tidak semata berdasarkan faktor
keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan
konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Saat ini yang menjadi perhatian terbesar
dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan
peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika.
Masalah seperti kerusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan,
dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi
konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada
beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin
tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas
kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan) yang dibuat oleh Uni
Eropa. Beberapa investor dan perusahaan manajemen investasi telah mulai
memperhatikan kebijakan CSR dari surat perusahaan dalam membuat keputusan
investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai “investasi bertanggung
jawab sosial” (social responsible
investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR
dari sumbangan sosial dan “perbuatan baik” (atau kedermawanan seperti misalnya
yang dilakukan oleh Habitat For Humanity atau Ronald Mcdonal House), namun
sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan
dimasa lampau seringkali mengeluarkan uang proyek-proyek komuitas, pemberian
bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan
mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian
pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas
tersebut yang secara langsung untuk meningkatkan reputasi perusahaan serta
memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple
bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan sebagai
kegiatan sosial diatas. Kepedulian kepada masyarakat sekitar atau relasi
komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat mengartikan
sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi didalam sebuah komunitas
melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas.
CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, dimana
CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan
sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan
perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku
kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah
satu pemangku kepentingan internal. “dunia bisnis” selama setengah abad
terakhir, setelah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini.
Institusi yang dominan di masyarakat
manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama. Setiap
keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam
kerangka tanggung jawab tersebut.
BAB III
STUDI KASUS
Pada bab ini, saya akan membahas
mengenai perusahaan yang memproduksi saos. Seperti yang kita ketahui, Indonesia
bisa boleh dikatakan gudangnya makanan yang menerbitkan selera. Cari santapan
mewah nan lezat ada atau santapan murah dan sederhana namun tetap menggoyang
lidah juga tersedia. Agar makanan menjadi tambah lezat menambahkan campuran
penambah rasa tertentu jadi opsi yang dipilih.
Anda suka pedas atau sekadar ingin
menambahkan rasa menggigit pada makanan biasanya sambal jadi favorit. Bahkan
bagi sebagian orang terutama pecinta makanan pedas tak lengkap rasanya jika tak
menambahkan menu sambal disetiap makanan. Untuk jenis makanan tertentu saus
sambal dalam kemasan banyak digunakan terlebih jenis jajanan pinggir jalan.
Warnanya benar-benar menggugah selera. Dibalik kenikmatan yang menggugah selera
tersebut, ternyata banyak terjadi hal-hal yang tidak mengikuti etika bisnis
dalam proses pembuatannya. Salah satu perusahaan saos rumahan di daerah Jawa
Tengah, menurut berita yang saya dapat, perusahaan tersebut menggunakan cabai,
bawang, tomat, pepaya, dan wortel yang busuk dalam proses pembuatannya. Mengapa
demikian? Sejumlah pedagang sayur dan bumbu dapur mengaku cabai, tomat, bawang,
dan pepaya yang hampir membusuk masih laku dijual kepada beberapa industri
kecil sebagai bahan campuran membuat saos botol yang banyak dijual di pasar
tradisional. Para produsen saos membeli cabai, tomat, dan bawang busuk
seharga Rp400,00 sampai Rp700,00 per kilogram, sedangkan pepaya, kentang dan ubi-ubian
lainnya Rp500,00 sampai Rp600,00 per kilogram. Adonan saus sambal tersedia
di drum-drum besar. Kemudian hanya dipanaskan di tungku besar. Proses
pengemasannya juga langsung dilakukan di tempat tersebut, tentu saja dengan
teknologi seadanya.
Sudah bisa ditebak tidak bisa
dipertanggungjawabkan kualitasnya bahkan cenderung tidak sehat dikonsumsi.
Bahan baku yang diperlukan didapat dengan mudah di pasar. Cabe, pepaya, tomat
hingga bawang semua dalam kondisi busuk. Masih ada fakta yang lebih mengerikan.
Ia juga menambahkan bahan-bahan kimia berbahaya. Sang pembuat saus tak
kesulitan mendapatkan bahan kimia yang seharusnya tak dijual bebas. Tak mau
gegabah, saus buatannya dimasukkan ke botol layaknya produk berkualitas baik.
Supaya tak berbiaya ia gunakan botol-botol bekas saus yang dikumpulkan di
rongsokan. Sebelum pemrosesan bahan baku, didapati fakta lain yang
menjijikkan dari cabe busuk yang akan diolah.
Proses pembuatan saus sambal yang sangat tidak
layak. Buah-buahan yang sudah busuk dihaluskan bukan dengan mesin tapi
dengan diinjak-injak. Agar saus tahan lama adonan ditambahkan pengawet
natrium benzoat. Supaya berwarna segar dan menarik pembeli pewarna
tekstil pun dihalalkan dicampur ke dalam adonan saus. Padahal, penggunaan
bahan kimia tanpa perhitungan apalagi juga menggunakannya bukan untuk makanan
akan sangat membahayakan. Supaya tak terlalu kentara ada trik untuk mengelabui
konsumen. Agar hasilnya lebih sempurna adonan disaring supaya saus lebih halus.
Dan agar bau menyengat dari bahan-bahan busuk hilang adonan saus berbahaya ini
dipanaskan. Proses pemanasan dilakukan juga untuk membuat saus ini lebih
kental. Saus pun siap dikemas. Botol-botol yang dibeli dari rongsokan jadi
pilihan agar saus terlihat meyakinkan meski tanpa merek. Satu persatu botol
diisi penuh dan siap dipasarkan. Tidak main-main, kandungan benzoat yang
melampaui ambang batas akan berdampak sangat buruk bagi tubuh. Selain
mengandung pengawet yang jauh melampaui ambang batas, hasil uji teknis
laboratorium benar-benar membuktikan fakta ini. Belum lagi dampak dari
ketidakhigienisan proses produksi dan bahan-bahan yang sudah busuk. Menurut
Niken WH, Kepala Dinkes Kota Semarang, jika takarannya melebihi efek yang akan
dirasakan adalah gangguan fungsi ginjal.
Inilah
fakta yang terjadi dalam aktivitas bisnis di Indonesia. Banyak hal-hal yang
sesungguhnya melanggar etika bisnis. Perusahaan saos tersebut tidak memikirkan
tanggung jawab keselamatan konsumen. Para produsen tersebut hanya memberikan
kepuasan bagi keuntungan perusahaan itu sendiri. Sementara tidak memberikan
kepuasan kepada konsumen. Inilah yang terjadi jika tujuan sebuah perusahaan
hanyalah mencapi keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan modal yang
sedikit. Betapa tidak, hanya dengan modal lima ratus sampai seribu rupiah,
mereka bisa menjual saos tersebut seharga lima ribu rupiah setiap satu botol.
Kepercayaan konsumen mereka tukarkan dengan keuntungan maksimal yang mereka
dapatkan. Belum lagi zat pewarna tekstil yang mereka gunakan. Sungguh tidak
berdasarkan etika bisnis lagi.
Menurut
saya, hal ini terjadi karena tidak adanya tim yang mengontrol aktivitas bisnis
yang mereka jalankan. Kurang pedulinya manajer puncak terhadap etika dan
tanggung jawab kepada konsumen. Mereka tidak memikirkan berapa banyak konsumen
yang mengonsumsi produk mereka setiap harinya. Atau mereka tidak berusaha
memberikan kepuasan maksimal kepada konsumen dengan apa yang telah mereka
dapatkan dari konsumen.
Inilah
wajah perusahaan-perusahaan bisnis di Indonesia. Menurut saya, ini disebabkan
oleh kurang pedulinya pemerintah kita terhadap usaha-usaha kecil seperti ini.
Padahal, justru usaha-usaha kecil seperti inilah harusnya diawasi dan dikontrol
perkembangannya. Bayangkan, jika usaha kecil seperti ini terus berkembang tanpa
pengawasan dan usahanya semakin besar. Maka akan semakin besar pula
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam wajah bisnis di negara ini. Inilah
sebabnya bisnis di negara Indonesia boleh dikatakan jalan ditempat. Tidak
jarang para pebisnis tidak melakukan dengan jalan yang bersih. Mereka
berprinsip, “Jika ada cara yang mudah untuk mendapatkan keuntungan yang besar,
mengapa harus mencari cara yang sulit?
Bila mampu mendapat untung yang banyak, mengapa harus puas dengan keuntungan yang
sedikit?” Namun ini bukan masalah untung sedikit atau banyak tetapi etika yang
baik dan yang buruk. Perbuatan yang tidak memiliki etika justru merugikan
konsumen. Konsumen yang memberikan keuntungan kepada produsen justru dirugikan
oleh produsen tersebut. Bisa dikatakan tanggung jawab para produsen mulai
terkikis oleh keuntungan yang melimpah dengan modal yang tak seberapa.
Menurut
saya hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya etika dan tanggung jawab bisnis yang buruk yang dilakukan para
pebisnis. Selain adanya kesempatan untuk melakukn hal yang tidak etis tersebut,
pengawasan terhadap perusahaan kecil seperti perusahaan saos tersebut sangat
minim. Mungkin jika dikaitkan dalam materi pembahasan, perusahaan sejenis
perusahaan saos ini bisa dipastikan tidak memiliki kode etik lagi dalam menjalankan
bisnisnya. Di satu sisi ini sangat merugikan konsumen, di sisi lain para
konsumen banyak yang tidak menyadari kerugian yang dialaminya karena terbuai
dengan kenikmatan saos yang dikonsumsinya.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Etika
dalam berbisnis itu sangat diperlukan dan menjadi komponen yang sangat penting
karena menyangkut keselamatan dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang
perusahaan kita produksi. Konsumen adalah raja, jadi sudah selayaknya dan
sepantasnya kita memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen kita. Sama
halnya pada perusahaan saos yang ada dalam studi kasus dalam bab sebelumnya.
Mereka menyalahgunakan kepercayaan konsumen. Mereka menggunakan bahan-bahan
yang tidak sepantasnya. Sekarang berhentilah melakukan perbuatan yang tidak
berdasarkan etika perusahaan. Berbisnislah dengan benar. Keuntungan bisa kita
dapatkan walau dengan cara berbisnis yang benar. Tidak harus menyimpang.
Tentunya bisnis yang kita jalankan pun mendapatkan berkat dan memiliki
pandangan yang baik di mata masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Sihombing Dionisius, S.Pd, M.Si. 2011. Pengantar Bisnis. Yogyakarta: Pohon
Cahaya.
Akses
Internet pada:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar